Fenomena aneh di Jepang,Tidur di warnet demi bisa bertahan hidup ditengah mahalnya sewa hunian
Sebuah fenomena sosial yang aneh kembali terjadi di Jepang. Akibat biaya sewa rumah dan properti yang semakin tinggi dan sulitnya mencari pekerjaan tetap, beberapa orang di Jepang memutuskan menjadi Net Campers. Para Net Cafe Refugees adalah orang yang menyewa sebuah bilik di warnet sebagai pengganti rumah.Mungkin, sulit anda bayangkan tinggal di sebuah ruangan kubus dengan luas tidak lebih dari 2 X 2 meter. Namun itulah yang sedang terjadi di negeri sakura. Mari kita temui dua orang Net Campers dalam sebuah film dokumenter yang sedang ramai dibicarakan ini.
1. Memilih Warnet Ketimbang Apartemen yang Mahal
Salah satu penghuni warnet mengatakan, awalnya dia berencana untuk mencari apartemen sebagai tempat tinggal. Namun, pekerjaannya yang hanya sebagai tim sekuriti di sebuah perusahaan konstruksi membuatnya tidak mampu membayar sewa. Akhirnya dia memutuskan untuk tinggal di warnet. Awalnya, dia hanya melewatkan 1-2 malam saja di sini. Namun akhirnya warnet sempit ini menjadi rumahnya.
Di sini, dia bisa melakukan kegiatan normal seperti di rumah. Pihak warnet menyediakan fasilitas kamar mandi yang cukup baik. Warnet juga dilengkapi toko kecil untuk membeli makanan dan minuman ringan. Namun, tetap saja tidur di kamar sesempit ini, berhimpitan dengan komputer, adalah hal yang tidak sehat.
2. Sudah Terjadi Sejak Akhir tahun 1990-an
Menurut Makoto Kawazoe, bagian dari serikat pekerja muda di Jepang mengatakan bahwa fenomena penghuni warnet ini sudah terjadi di akhir 1990-an. Para “pengungsi” ini rata-rata bekerja sebagai pegawai paruh waktu. Itu artinya mereka hanya berpenghasilan kurang dari setengah penghasilan pegawai biasa. Mereka juga rata-rata dalam masa kontrak yang sangat singkat.
Sebenarnya, jika seseorang menganggur, pemerintah Jepang menyediakan dana untuk hidup sehari-hari. Namun, orang Jepang biasanya keras kepala dan malu untuk menggantungkan hidupnya terhadap subsidi semacam itu. Jadi, mereka lebih memilih menjadi kuli kasar atau bekerja serabutan. Penghasilan sebagai pekerja serabutan inilah yang akhirnya membuat mereka menurunkan standar hidup sedemikian rupa dan akhirnya tinggal di warnet.
3. Ketidaknyamanan Pada Lingkungan Juga Menjadi Faktor Pendorong
Tadayuki Sakai bukanlah orang yang berasal dari pekerja kasar dan serabutan. Dia adalah bekerja bagi sebuah perusahaan komputer di Jepang. Namun, karena beban pekerjaan yang diembannya sangatlah berat, dia memutuskan untuk berhenti bekerja. Dia tidak ingin kembali ke rumah, sehingga dia memilih menjadi salah satu dari “pengungsi warnet”.
Sakai selalu dianggap emosional dan “sakit” oleh rekan kerjanya. Bahkan bosnya sering sekali menegur dia dengan kata-kata kasar. Itu membuat Sakai jatuh dalam depresi. Dia akhirnya memutuskan untuk tidak lagi bekerja dan menghindari kehidupan bersosialisasi dan tinggal di warnet.
4. Tekanan Kerja di Jepang Sangat Mengerikan
Bangsa Jepang memang dikenal dengan orang-orang berintegritas tinggi dan memiliki tingkat displin yang sangat luar biasa. Salah satu faktor pendukung kemajuan Jepang pada masanya adalah sikap mereka yang pekerja keras. Namun, ternyata sikap ini punya sisi lain yang “gelap”.
Banyak pekerja di Jepang yang merasakan hidupnya tidak berarti lagi karena setiap hari harus menghadapi tekanan demikian rupa. Dari mulai deadline tugas hingga bos yang sering mencaci maki. Dalam kehidupan orang Jepang, ada istilah “lebih baik menjadi bengkok daripada harus patah”. Ibarat besi, seseorang sebaiknya menunduk di depan atas daripada harus “patah” dan tidak memiliki penghasilan.
5. Fenomena Terus Berlanjut
Fenomena semacam ini terus berlanjut di Jepang. Disusul dengan fenomena bunuh diri akibat tekanan kerja yang sangat berat. Video dokumenter ini dibuat oleh seorang warga Jepang yang khawatir akan masa depan bangsanya.
Bagi kita, hidup semacam itu mungkin tidak pernah terlintas di benak kita. Namun, fenomena inilah yang terjadi di Jepang. Video lengkap tentang kehidupan sehari-hari para “pengungsi warnet” bisa anda lihat di bawah ini.Masalah serius ini sebenarnya juga menunjukkan tanda keberadaannya di Indonesia. Meski biasanya diisi oleh orang-orang yang ingin bermain game, namun di Indonesia, banyak sekali orang yang menghabiskan hari-harinya di warnet. Kita juga sering mengenal “paket begadang” di warnet dimana seseorang bergadang semalaman di warnet dengan biaya tertentu.
Bukan tidak mungkin suatu saat fenomena ini akan menimpa Indonesia juga. Bagaimana pendapat anda