Tata Cara Menjatuhkan hukuman


Tata Cara Menjatuhkan hukuman.
Orang yang mendakwa diberikan kesempatan secukupnya untuk menyampaikan tuduhannya sampai selesai. Sementara ituterdakwa atau tertuduh diminta untuk mendengarkan dan memperhatikan semua tuduhan dengan sebaik-baiknya sehingga apabila tuduhan telah selesai terdakwa dapat menilai benar atau tidaknya tuduhan tersebut.

Sebelum dakwaan atau tuduhan selesai disampaikan maka hakim tidak boleh bertanya kepada pendakwa, sebab di khawatirkan akan dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif kepada terdakwa.

Setelah selesai pendakwa menyampaikan tuduhannya, hakim harus mengecek tuduhan-tuduhan tersebut dengan beberapa pertanyaan yang di anggap penting. Selanjutnya tuduhan tersebut harus dilengkapi bukti-bukti yang benar, dan kalau tidak terdapat bukti, maka hakim minta agar pendakwa untuk bersumpah karena sumpah itu adalah haknya.

Untuk menguatkan dakwaannya, pendakwa harus menunjukan bukti-bukti yang benar, apabila pendakwa menolak, maka ia harus bersumpah bahwa tuduhan atau dakwaan itu salah.

Rasulullah SAW Bersabda, yang artinya: 
"Pendakwa harus menunjukkan bukti-bukti dan terdakwa harus bersumpah". (HR. Baihaqi).


Jika pendakwa menunjukkan bukti-bukti yang benar maka hakim harus memutuskan sesuai dengan tuduhan meskipun terdakwa menolak dakwaan tersebut. Sebaliknya jika terdakwa dapat bukti-bukti yang benar hakim harus menerima sumpah terdakwa sekaligus membenarkan terdakwa.

Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman (vonis) jika dalam keadaan:
a. Sedang marah.
b. Sangat lapar.
c. Sedang bersin-bersin.
d. Banyak terjaga (begadang).
e. Sedih.
f. Sangat gembira.
g. Sakit.
h. Sangat ngantuk.
i. Sedang menolak keburukan.
j. Sedang sangat panas atau sangat dingin.

Kesepuluh keadaan tersebut akan mempengaruhi ijtihadnya sehingga dimungkinkan salah. Demikian ini terjadi karena sifat-sifat diatas tersebut dapat melemahkan kemampuan akal yang maksimal. Artinya diri hakim tidak boleh berada dan jatuh pada titik ekstrim karena keadilan itu adalah jalan tengah diantara ekstrimisme.

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :
"Hakim itu tidak (boleh) memutuskan perkara yang terjadi diantara dua orang (yang bersengketa) sedangkan dirinya dalam keadaan marah"(HR. Bukhori dan Muslim).


Marah biasanya disebabkan adanya tekanan emosi, ketegangan saraf atau kecemasan. Banyak juga orang yang menderita penyakit jantung, tekanan darah tinggiradang sendi, serta berjenis-jenis penyakit yang lain juga mengalami tekanan karena keadaan tubuh mereka.

Bila seseorang mengalami suatu "kelemahan saraf" itu berarti bahwa ia tidak dapat lagi menghadapi dunia dan memecahkan persoalannya sendiri ia tidak bisa mengambil keputusan yang bijaksana ia mungkin menjadi bingung tanpa alasan yang nyata. Tetapi sayang, tidak ada jalan yang sederhana untuk memecahkan sesuatu kelemahan saraf. Hal itu selamanya memakan waktu barangkali setahun atau lebih.

Masing-masing mempunyai puncak yang tidak dapat dilampauinya dengan aman. Banyak orang menderita kelemahan saraf karena terlampau letih, kurang tidur, makan jenis makanan yang salah, merokok atau meminum minuman keras yang berlebihan. Satu-satunya penawar untuk keadaan ini ialah istirahat secukupnya. Kelemahan saraf juga timbul karena ketakutan atau kecemasan yang tidak normal serta pikiran yang tidak tenteram. Semakin ia memikirkan keadaan yang dialaminya semakin buruklah akibat yang ditimbulkan.

Persoalan emosi juga dapat menyebabkan tekanan darah rendah. Sebagai contoh ada orang menjadi pingsan hampir mati bila mendengar kabar yang menyedihkan. Keadaan menyerupai shock itu barangkali ditimbulkan oleh gangguan sementara didalam susunan vasomotor, sehingga si sakit pingsan. Kekecewaan dan frustasi yang berlarut-larut mungkin juga mengakibatkan tekanan darah rendah.

Kekurangan protein didalam makanan mungkin juga menurunkan tekanan darah karena kekurangan gizi, kelaparan atau karena gangguan endoerin, seperti hypothyreodisme. Bisa jadi juga diakibatkan oleh tumor pada pulau-pulau langerhans yang dapat terbentuk dalam pankreas atau kelenjar ludah perut, mengeluarkan insulin yang berlebihan dan mengeluarkan kadar gula didalam darah. Biasanya orangnya mudah tersiggung dan gampang marah. Ole sebab itu, marah sebenarnya adalah termasuk salah satu penyakit dalam bentuk yang lain yang diakibatkan dari berbagai persoalan yang terakumulasi baik secara internal maupun eksternal.

Oleh sebab itu Rasulullah SAW mengantisipasi dengan melarang seorang hakim yang dalam keadaan marah untuk memutuskan perkara. Orang yang marah biasanya emosinya labil. Kalau ini terjadi kemungkinan besar dalam anar putusannya tidak objektif.

Dalam hadits ini  tidak ada kesepakatan diantara para ulama fiqh tentang sah atau tidaknya keputusan yang dibuat diatas. Al Rafi'i berpendapat bahwa keputusan yang ditetapkan oleh hakim tersebut hukumnya makruh. Bahkan Imam Mawardi mengatakan keputusan yang dibuat oleh hakim itu hukumnya tidak sah dan batal demi objektifitas keputusan. (DEPAG, Hal 156-159).
Powered by Blogger.