Evolusi Dipertanyakan, Fosil Kera atau Manusia?

Dalam jurnal ‘Nature’ 19 Februari, dua paleoanthropolog berdebat mengenai temuan fosil primata baru. Namun fosil itu bukanlah manusia seperti orang bayangkan.
Penulis studi tersebut menyokong anggapan manusia berevolusi dari kera. Perdebatan mereka menyorot sulitnya menggunakan potongan tulang tujuh juta tahun untuk mendapatkan cerita sepenuhnya mengenai evolusi manusia.

Headline
Foto: IstimewaFosil-fosil yang dipertanyakan itu sama dengan spesies orrorin tugenensis, sahelanthropus tchadensis dan ramidus ardipithecus. Fosil ini menjadi berita utama beberapa tahun terakhir karena mengisi celah evolusi kera menjadi manusia.

Meski fosil itu dianggap sebagai sisa-sisa nenek moyang hominin awal, paleoanthropolog Bernard Wood dari George Washington University dan Terry Harrison dari New York University mengatakan, fosil itu mungkin hanya tulang kera non-hominin.

“Masalahnya, sejumlah fitur yang telah diidentifikasi terkait manusia ini ditafsirkan dengan cara yang berbeda,” kata Harrison. Contohnya, semua temuan sahelanthropus (genus tertua hominin) hanyalah tengkorak parsial tujuh juta tahun. Namun dari bentuknya, paleoanthropolog menyimpulkan, spesimen itu sudah berjalan tegak.

“Posisi foramen magnum-nya (tempat otak terhubung sumsum tulang belakang) secara historis diperdebatkan berhubungan dengan bipedalisme,” kata Harrison. Namun, dari anatomi komparatifnya menunjukkan hal itu selalu terjadi. Pada 2008, Orrorin (hominin kedua tertua) dari artikel tulisan William Jungers dari Stony Brook University di ‘Science’ juga diperdebatkan.
Namun, Harrison dan Woods berpendapat, Orrorin juga tak berjalan tegak. Menurut Harrison, kerangka parsial Ardipithecus 4,4 juta tahun yang ditemukan pada 2009 merupakan temuan luar biasa. “Temuan kerangka itu berpotensi menjadi nenek moyang manusia”.

Namun banyak yang berpendapat temuan itu tampak seperti banyak bentuk kera yang ada di periode itu. Skeptisisme pada fosil primata terkenal ini tampaknya mempertanyakan kekakuan proses ilmiah paleoantropologi.

Studi Wood dan Harrison membuat orang bertanya-tanya, apakah isolasi insiden ini merupakan salah tafsir yang diikuti kehebohan media, atau masalah ini meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan? Apakah catatan evolusi fosil manusia hanyalah sebuah bualan?

“Tidak,” kata Harrison. Terdapat beberapa alasan mengapa hal ini termasuk cabang ilmu yang tampak lebih berantakan dari ilmu kebanyakan. “Dalam sains, selalu ada perbedaan interpretasi dan perdebatan. Butuh waktu lama agar jawaban muncul. Tapi, butuh lebih lama lagi dengan ilmu sejarah,” kata Harrison.

Temuan ini merupakan spesies hidup jutaan tahun lalu di satu wilayah kecil Afrika. Menurut Harrison, spesies itu memiliki populasi kecil. “Hanya ada sampel terisolasi yang ada saat ini dan sulit menuangkannya dalam kertas ketika bahan asli tak dimiliki. Perlahan-lahan ilmuwan akan mendapat kesempatan melihat spesimen dan perdebatan terus berlanjut hingga akhirnya teratasi”.
Mencari usia fosil sebenarnya juga serba salah. “Ada teknik spektakuler untuk memperkirakan usia situs penggalian tetapi ada batas untuk apa saja teknik itu,” kata Harrison.

“Perkiraan argon bisa sangat tepat. Situs gua sangat sulit diperkirakan. Karbon-14 sendiri hanya mampu menentukan pada rentang hingga 40 ribu tahun tapi masih belum dapat diandalkan”.
Kesulitan tambahannya adalah terjadinya homoplasy, situasi di mana sifat-sifat dua spesies jauh yang telah berevolusi tampak serupa karena hubungan dekat genetik. Paleoanthropolog Jungers penulis bipedalisme Orrorin setuju dengan penulis ‘Nature’ pada titik tertentu.

“Homoplasy merupakan masalah nyata dalam mempelajari rekaman fosil, apakah kita membicarakan manusia atau kelompok lain,” kata Jungers. “Faktor rumit ini menyatakan, kemiripan tak selalu berarti berasal dari keturunan sama”. Mengingat semua kesulitan itu, Harrison dan Jungers menggambarkan pemahaman asal-usul manusia berkembang dengan sangat baik.

“Kita menghabiskan sebagian besar waktu dan uang di situs penggalian yang kita tahu merupakan tempat terbaik menemukan fosil hominin yang menjadi catatan fosil manusia terbaik yang pernah diketahui,” kata Harrison.

Menurut Jungers, isu itu muncul karena ‘Nature’ tidak harus terlalu digeneralisir. “Catatan fosil manusia merupakan salah satu yang terbaik dalam biologi. Hal itu menjadi salah satu alasan orang dapat menerka pada titik terbaiknya”. Di saat manusia modern berevolusi 200 ribu tahun silam, bukti fosil mereka ada dimana-mana.

Pada 50-60 ribu tahun silam, nenek moyang manusia meninggalkan fosil di wilayah luas dunia. Tapi, catatan ini cukup solid untuk membawa kembali lebih jauh ke masa lalu. “Catatan nenek moyang tak terbantahkan manusia dimulai 4,2 juta tahun silam. Hanya saja, rinciannya harus dicari,” kata Harrison.

No comments

PILIH PLATFORM KOMENTAR DENGAN MENG-KLIK

Powered by Blogger.