Eksibisionis, Ciri Kecanduan Seks?
Anda tak percaya ada perempuan yang bisa kecanduan seks? Wajar saja, karena perempuan umumnya tidak vulgar dalam berkata-kata, sehingga orang lain tak menduga bahwa dirinya sangat mencandu seks. Atau, perempuan itu sendiri tak menyadari bahwa ia ketagihan seks, dan bahwa ada perawatan untuk mengatasi masalah tersebut.
Mereka kerap flirting secara berlebihan, atau nge-dance dengan gaya lebay di kelab malamMemang sulit menebak bagaimana perilaku seseorang yang mengidap kelainan ini. Kerap kali kita menduga, merekalah pria atau wanita yang gemar menatap gambar-gambar atau video porno. Mereka itu pria yang sering "jajan" di luar, atau berselingkuh dari istrinya. Dan, pelakunya kebanyakan laki-laki.
Menurut Tammy Nelson, PhD, psychotherapist yang juga pendiri dan direktur Center for Healing di Connecticut, kata "adiksi" merujuk pada suatu perilaku yang berusaha dihentikan atau dicegah oleh seseorang, tapi ia tidak mampu. Perilaku itu terus berlanjut, meskipun dengan banyak konsekuensi. Untuk menghentikan kebiasaan tersebut, akhirnya mereka memilih jalan konsultasi atau terapi. Hampir 20 persen dari mereka yang mencari bantuan karena masalah kecanduan seks adalah perempuan.
Adiksi seks pada perempuan seringkali lebih tersamar. Umumnya mereka terlibat dalam hubungan dengan beberapa pria, berselingkuh, dan melakukan masturbasi. Tetapi mereka juga flirting secara berlebihan, atau nge-dance dengan gaya lebay di kelab malam, yang mungkin terlihat biasa saja bagi orang lain. Bahkan, mereka juga bisa menjadi eksibisionis, melalui gestur atau dandanan yang provokatif.
Perilaku adiktif yang tergolong kronis bisa mendorong beberapa perempuan untuk melakukan operasi plastik agar tampak lebih seksi, mengunjungi tempat-tempat yang berisiko tinggi, bahkan melakukan quickie sex dengan orang asing atau gigolo, juga melakukan kencan semalam dan cyber sex, bertukar seks untuk drugs atau imbalan lainnya.
Ada kisah memilukan di balik perilaku semacam ini. Kebanyakan perempuan yang merupakan pecandu seks sejati dan menderita akibat perilaku ini dulunya mengalami penganiayaan seksual saat kanak-kanak.
"Jumlah (korban penganiayaan seksual) ini mencapai 78 persen dari seluruh pecandu seks perempuan. Trauma ini bisa menyebabkan pengulangan kompulsif dari trauma semasa kanak-kanak, dalam upaya memperbaiki kerusakan atau menghidupkan kembali trauma tersebut untuk mengontrol akibatnya," papar penulis buku Getting the Sex You Want; Shed Your Inhibitions and Reach New Heights of Passion Together ini.
Perempuan pecandu seks bisa saja mencoba menghentikan diri sama sekali dari aktivitas seksual, dan menjadi "anoreksia seksual", dalam arti tidak mengalami perasaan atau hasrat seksual. Dengan cara ini, mereka berniat menjauhkan diri dari kesulitan. Bagi sebagian perempuan, hal itu bisa berhasil, setidaknya sementara. Tetapi kebanyakan pecandu seks akan kembali ke pola adiksinya, kecuali mereka mendapatkan pertolongan.
Ada berbagai risiko yang bisa ditimbulkan ketika mereka tidak segera mendapatkan pertolongan. Misalnya, mengidap penyakit menular seksual, hamil tanpa direncanakan, kekerasan fisik, diceraikan, diputuskan, di-PHK, dan dijauhi oleh keluarga. Karena itu, keyakinan diri mereka juga di ambang risiko, jika mereka tidak segera menyadari ketidakberdayaan mereka.
Ketagihan seks pada perempuan muncul dalam bentuk relasi dengan pria atau kecanduan cinta, dengan harapan untuk mendapat perhatian atau kepuasan. Sayangnya, mereka tak pernah merasa terpenuhi.
Oleh karena itu Dr Nelson menekankan, adiksi seks sebenarnya bukan cuma masalah seks atau cinta. Hal itu merupakan upaya seseorang untuk mencapai suatu jenis pengontrol kegelisahan, ketakutan, atau dorongan dalam diri untuk mengulangi suatu perilaku terus-menerus, dengan berharap kali ini hasilnya akan berbeda. Dan, hasilnya sia-sia.
Nah, jika Anda merasa mengalami, atau mendapati sahabat atau orang dekat yang menunjukkan beberapa ciri tersebut, segeralah berkonsultasi dengan therapist yang menangani masalah kecanduan seks. Pemulihan diri dari masalah ini memang membutuhkan waktu. Namun dengan bantuan dari orang terdekat dan therapist yang baik, pemulihan bisa menciptakan kehidupan yang memuaskan bagi si penderita.
Menurut Tammy Nelson, PhD, psychotherapist yang juga pendiri dan direktur Center for Healing di Connecticut, kata "adiksi" merujuk pada suatu perilaku yang berusaha dihentikan atau dicegah oleh seseorang, tapi ia tidak mampu. Perilaku itu terus berlanjut, meskipun dengan banyak konsekuensi. Untuk menghentikan kebiasaan tersebut, akhirnya mereka memilih jalan konsultasi atau terapi. Hampir 20 persen dari mereka yang mencari bantuan karena masalah kecanduan seks adalah perempuan.
Adiksi seks pada perempuan seringkali lebih tersamar. Umumnya mereka terlibat dalam hubungan dengan beberapa pria, berselingkuh, dan melakukan masturbasi. Tetapi mereka juga flirting secara berlebihan, atau nge-dance dengan gaya lebay di kelab malam, yang mungkin terlihat biasa saja bagi orang lain. Bahkan, mereka juga bisa menjadi eksibisionis, melalui gestur atau dandanan yang provokatif.
Perilaku adiktif yang tergolong kronis bisa mendorong beberapa perempuan untuk melakukan operasi plastik agar tampak lebih seksi, mengunjungi tempat-tempat yang berisiko tinggi, bahkan melakukan quickie sex dengan orang asing atau gigolo, juga melakukan kencan semalam dan cyber sex, bertukar seks untuk drugs atau imbalan lainnya.
Ada kisah memilukan di balik perilaku semacam ini. Kebanyakan perempuan yang merupakan pecandu seks sejati dan menderita akibat perilaku ini dulunya mengalami penganiayaan seksual saat kanak-kanak.
"Jumlah (korban penganiayaan seksual) ini mencapai 78 persen dari seluruh pecandu seks perempuan. Trauma ini bisa menyebabkan pengulangan kompulsif dari trauma semasa kanak-kanak, dalam upaya memperbaiki kerusakan atau menghidupkan kembali trauma tersebut untuk mengontrol akibatnya," papar penulis buku Getting the Sex You Want; Shed Your Inhibitions and Reach New Heights of Passion Together ini.
Perempuan pecandu seks bisa saja mencoba menghentikan diri sama sekali dari aktivitas seksual, dan menjadi "anoreksia seksual", dalam arti tidak mengalami perasaan atau hasrat seksual. Dengan cara ini, mereka berniat menjauhkan diri dari kesulitan. Bagi sebagian perempuan, hal itu bisa berhasil, setidaknya sementara. Tetapi kebanyakan pecandu seks akan kembali ke pola adiksinya, kecuali mereka mendapatkan pertolongan.
Ada berbagai risiko yang bisa ditimbulkan ketika mereka tidak segera mendapatkan pertolongan. Misalnya, mengidap penyakit menular seksual, hamil tanpa direncanakan, kekerasan fisik, diceraikan, diputuskan, di-PHK, dan dijauhi oleh keluarga. Karena itu, keyakinan diri mereka juga di ambang risiko, jika mereka tidak segera menyadari ketidakberdayaan mereka.
Ketagihan seks pada perempuan muncul dalam bentuk relasi dengan pria atau kecanduan cinta, dengan harapan untuk mendapat perhatian atau kepuasan. Sayangnya, mereka tak pernah merasa terpenuhi.
Oleh karena itu Dr Nelson menekankan, adiksi seks sebenarnya bukan cuma masalah seks atau cinta. Hal itu merupakan upaya seseorang untuk mencapai suatu jenis pengontrol kegelisahan, ketakutan, atau dorongan dalam diri untuk mengulangi suatu perilaku terus-menerus, dengan berharap kali ini hasilnya akan berbeda. Dan, hasilnya sia-sia.
Nah, jika Anda merasa mengalami, atau mendapati sahabat atau orang dekat yang menunjukkan beberapa ciri tersebut, segeralah berkonsultasi dengan therapist yang menangani masalah kecanduan seks. Pemulihan diri dari masalah ini memang membutuhkan waktu. Namun dengan bantuan dari orang terdekat dan therapist yang baik, pemulihan bisa menciptakan kehidupan yang memuaskan bagi si penderita.
No comments
PILIH PLATFORM KOMENTAR DENGAN MENG-KLIK