Valentine’s Day, Hari yang Dibenci Tapi Rindu
Sudah menjadi kecenderungan manusia untuk selalu mengenang momen penting dan berharga dalam hidupnya atau orang yang dikenal dekat atau orang yang dianggap menginspirasi hidupnya. Seperti halnya kita selalu mengingat dan mengenang hari kelahiran, hari jadian, hari perpisahan, hari kematian, dsb. Demikian pula dengan Valentine’s Day, hari ini dikenal sebagai hari untuk mengenang momen yang disebut sebagai peristiwa berbagi kasih sayang.
Meskipun banyak yang membantah bahwa berbagi kasih sayang itu setiap saat bisa dilakukan. Meskipun banyak orang bilang bahwa terlalu pelit jika hanya berbagi kasih sayang sekali setahun. Meski tidak sedikit yang memandang peringatan Valentine’s Day itu ‘haram’ karena faktor sejarah dan kultur yang mengikutinya. Namun, pada kenyataannya orang tidak dapat memberikan kasih sayangnya kepada orang lain setiap detiknya, setiap waktu. Karena begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh setiap individu sehari-hari.
IRONI DAN HEGEMONI VALENTINE’S DAY
Ada yang indah ketika kita memandang dunia ini dengan ironi. Ketika tanggal 14 februari tiba, Valentine’s Day akan terhias dengan sendirinya meski banyak orang yang membencinya. Ini adalah hegemoni yang siap menyerang siapa saja yang dilintasi pikirannya oleh momen itu. Seberapa banyak orang yang membenci Valentine’s Day akan berdampak pada seberapa banyak orang yang akan memperingati dan merayakannya. Ketika seseorang ‘berkicau’ di jejaring sosial misalnya, maka dari situ akan terjadi reaksi berantai yang memperbanyak jumlah kicauan tentang Valentine’s Day. Orang-orang yang tadinya lupa akan teringat (diperingatkan) kembali lalu ikut pula merayakannya. Entah itu berupa apologi ataupun hujatan yang ‘mengharamkan’ hari itu. Orang-orang yang setuju kembali rindu untuk segera berbagi kasih sayang, dan orang yang tidak setuju juga kembali rindu untuk segera menghujatnya.
Jadi melalui tulisan-tulisan seperti ini, status di jejaring sosial, percakapan-percakapan ataupun forum-forum yang membahas mengenai Valentine’s Day, kita sebenarnya secara tidak langsung telah memperingati dan ikut merayakannya karena telah membuatnya ramai dibicarakan.
Dengan demikian, tidak salah jika Valentine’s Day kita nobatkan sebagai hari yang dibenci tapi juga dirindukan. Karena kita selalu memperingati momen itu meskipun dengan ‘cara yang berbeda’. Jika kita memandang Valentine’s Day sebagai Hari Perzinahan, berarti kita terpaku pada sejarahnya dan menyampakkan makna kasih sayang yang universal. Dan jika kita berkata ini Hari Kasih Sayang yang universal, berarti telah terjadi pembalikan nilai dan modifikasi pada apa yang tampak di permukaan. Ya sudahlah, kita sudah hidup di era paradoks, di mana kedangkalan adalah sesuatu yang perlu dirayakan, sama seperti kita merayakan kesejatian. Bagi yang terlanjur menghujat Valentine’s Day teruslah menghujat
Dan bagi yang ingin memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan level kasih sayangnya kepada kekasihnya, orang tuanya, atau kepada siapa saja juga jangan malu-malu untuk melakukannya. Setidaknya, mending hidup ini kita penuhi dengan kasih sayang dari pada kita isi dengan kekerasan, saling menyalahkan dan saling meniadakan. Bukankah kasih sayang itu adalah norma dan ajaran yang sifatnya universal?
Dan akhirnya, saya pun sudah terlanjur basah dalam ironi. Happy Valentine’s Day, wish you all the best.
No comments
PILIH PLATFORM KOMENTAR DENGAN MENG-KLIK