Menemukan Tuhan di Kamar Pelacur

Tuhan, biasanya dikumadangkan di Mesjid, di Gereja, di Vihara, di Candi dan di rumah-rumah ibadah lainnya. Tapi inilah sebuah kisah penemuan Tuhan di kamar pelacur.

Seorang laki laki berdasi sudah lama mengintai seorang pelacur di sebuah rumah kuning. Hingga akhirnya kesempatan itu datang juga dan masuklah ia ke rumah kuning tersebut. Di meja resepsionis dia memesan pasangan yang sudah lama diincarnya.

Singkat cerita, berjalanlah pria berdasi ini sambil digandeng mesra tangannya oleh sang pelacur menuju kamar sorganya.

Begitu sampai di dalam kamar, seperti kebiasaannya dalam melayani setiap tamunya, sang pelacur langsung melepas semua pakaiannya. Tanpa sehelai benang pun. Dan seperti biasa tangannya juga langsung meraba dada si pria berdasi sambil membuka kancing bajunya.

“Oh… tunggu dulu. Kita tidak perlu tergesa-gesa. Alangkah baiknya kita cerita-cerita dulu. Maaf, kalau saya boleh tahu kenapa anda sampai terdampar ke sini?”

“Oh… panjang ceritanya Tuan. Dan maaf juga apa perlunya bagi Tuan?”
“Maaf saya tidak bermaksud menyinggung anda. Saya berempati pada anda”

Kedua tangan pria berdasi memegang kedua pundak sang pelacur.
Mata mereka saling bertatapan. Dalam. “please…. Hmm..?”

Muka sang pelacur memerah. Hening sejenak…
“Saya sudah tidak punya pilihan Tuhan. Nasib buruk sudah melemparkan saya ke sini. Saya hanya orang dusun yang lugu. Ingin mencari sesuap nasi di kota metropolitan ini untuk aa……”

Sebutir bening menetes jatuh dari matanya ...

Kedua tangan Pria berdasi kembali memegang pundaknya tanpa melepaskannya.
“Teruskan. Jangan anda tahan…”

“Demi anak saya tercinta Tuan. Bapaknya sudah pergi, mati kecelakaan. Dan kini dia saya tinggal sama neneknya, Ibu saya. Yang sehari-hari hanya berjualan jamu…. Tapi sampai di sini saya dijual oleh seorang yang tidak saya kenal yang katannya bisa membantu sa…”

Suaranya tersedak….

“Ayo Tuan saya sudah siap melayani anda. Mari Tuan”

Tangannya kembali meraba dada Pria berdasi. Tapi Sang Pria menggeleng. Dan melepaskan tangannya. Dia mengeruk sakunya dan mengeluarkan segenggam uang kertas. Kemudian menarik tapak tangan sang pelacur: “Ambillah…. Saya sudah merasa anda puaskan. Terima kasih.”

Pria itu langsung berbalik dan melangkah keluar tanpa menoleh lagi.

Maka tersungkurlah sang pelacur dilantai sudut kamar.
Dan basahlah uang ditangannya disiram air matanya …….

**

Sepanjang perjalanan pulang, sambil mengemudi mobilnya, wajah sang pria tampak lemas. Seakan dia tak melihat jalan raya. Matanya kosong. Melayang jauh tembus masuk ke sudut kamar yang baru saja ditinggalkannya.

Malamnya, setelah menghempaskan tubuhnya di kasur, dia menatap langit kamarnya yang masih sunyi. Sendiri……

**

Beberapa hari kemudian dia kembali memesan sang pelacur di tempat prakteknya. Seperti biasa, mereka sudah berjalan menuju kamar. Buka pintu, masuk. Dan sang pelacur pun kemudian juga sudah siap-siap untuk melepas seluruh kain yang menutupi tubuh moleknya…..

“Tidak.. tidak!” Sang Pria menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tapi ini sudah pekerjaan saya Tuan”
Pria itu merangkul sang pelacur. Membawanya duduk. Kemudian membalik. Kedua tangannya kembali memegang kedua pundaknya. Dan mata mereka saling bertatapan. Dalam …. Berkaca.

“Maukah anda ikut bersama saya?”
“Kemana Tuan?”
“Saya ingin menjadi bagian dari hidup anda”
“Tidak Tuan. Jangan kotori hidup anda Tuan.”
Tulunjuk sang pria menutup mulut sang pelacur …
“Saya tidak peduli”

Pria itu menatap mata sang pelacur. Dalam tak berkedip.
Hening mata mereka saling berkaca….. hingga akhirnya sang pelacur menangis jatuh dalam pelukan sang pria……

Maka tak sadar berderai pula air mata basah di pipi saya. Larut seakan tak tertahankan menampar hati saya. Film itu lama membekas mengusik hari-hari saya.
“Oh … Tuhan. Engkau Sang Maha Cinta. Engkau temukan dua hati dimanapun Engkau kehendaki”
sumber: http://www.blogernas.co.cc/2010/11/menemukan-tuhan-di-kamar-pelacur.html


No comments

PILIH PLATFORM KOMENTAR DENGAN MENG-KLIK

Powered by Blogger.