SAAT PARA PEJABAT SIBUK MEMPEREBUTKAN KEKUASAAN,ANAK-ANAK INI HARUS MENANTANG MAUT DEMI PENDIDIKAN
Keadaan memprihatinkan masih saja banyak ditemui di negeri ini yang notabene tahun ini akan merayakan kemerdekaannya yang ke-70. Pembangunan yang belum merata menghambat aktivitas warga di berbagai daerah terpencil. Mirisnya lagi keadaan tersebut harus dialami oleh anak-anak generasi penerus bangsa dalam menuntut ilmu.
Masih banyak anak-anak Indonesia yang harus berjuang menantang maut demi bisa bersekolah. Keterbatasan infrastruktur di daerahnya memaksa mereka melewati rute yang berbahaya saat berangkat menuju ke sekolah. Seprti yang dilakukan murid-murid SD terpencil di Karanganyar ini misalnya. Mereka harus menyeberangi jembatan gantung yang sebetulnya bukanlah jembatan penyeberangan manusia.
Jembatan ini sebenarnya sebuah talang irigasi yang dibangun pada masa penjajahan Belanda. Jembatan ini juga menghubungkan dua desa, yaitu Plempungan di Kabupaten Karanganyar dan Desa Suro di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Di bawah jembatan ini ada sungai Pepe yang mengalir deras.
Warga di tiga dukuh yakni Bolon di Kecamatan Colomadu, Karanganyar serta Dukuh Gatak dan Dukuh Suruh di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali memutuskan untuk memanfaatkan jembatan gantung ini sebagai jalan pintas penghubung dua desa. Ada papan kayu selebar 50 sentimeter yang membentang ditengah jembatan, inilah yang menjadi pijakan mereka saat melintas.
Mereka mengaku bahwa warga tidak memiliki alternatif lain selain melewati jembatan tersebut. Meskipun ada mereka harus berputar sejauh 8 kilometer untuk menuju desa seberang. Mereka lebih memilih menyeberang lewat jalan pintas ini walaupun dengan resiko nyawa mereka bisa terancam.
Pemandangan makin memprihatinkan ketika melihat setiap pagi banyak anak kecil yang melintasi jembatan ini. Ada yang berjalan kaki, ada pula yang menaiki sepeda dengan cara menuntunnya. Mereka harus beruji nyali setiap kali berangkat ke sekolah dan tidak menghiraukan keselamatan mereka. Semangat mereka untuk bersekolah patut untuk diacungi jempol.
Tidak ada standar keselamatan di jembatan ini sebab ini bukanlah jembatan penyeberangan. Hanya ada sling baja yang terpasang di sisi barat jembatan yang digunakan untuk berpegangan. Ketidaknyamanan ini sebenarnya sudah warga rasakan sejak lama dan mereka juga tidak tinggal diam.
Warga tiga dusun tersebut sudah berulang kali mengajukan surat permohonan ke Pemkab Karanganyar maupun Pemkab Boyolali untuk membuatkan jembatan permanen. Namun sayang permohonan warga urung ditindak lanjuti hingga kepala daerah di kedua kabupaten tersebut sudah mengalami pergantian.