5 Pelanggaran Hukum yang Sudah Biasa Dilakukan Masyarakat
Hukum dan peraturan dibuat untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan kita bersama. Setiap orang diharapkan mematuhi hukum dan peraturan tersebut agar keadilan tetap terjaga. Namun, ada-ada saja alasan manusia untuk tidak menaati hukum dan peraturan.Salah satu alasan yang paling sering kita keluarkan ketika melanggar hukum adalah; “kan orang lain juga melakukan itu!”. Menurut kita, jika banyak orang lain yang melanggar peraturan, maka kitapun wajar melakukan pelanggaran. Hal ini tentu saja salah. Berikut beberapa daftar pelanggaran peraturan yang sering kita lakukan sehari-hari.
1. Buang Sampah Sembarangan
Dengan ceroboh, kita sering kali berkata, “Coba Indonesia seperti Singapura, yang menerapkan hukuman denda bagi yang buang sampah sembarangan, pasti Indonesia jadi bersih.” Sebenarnya, hukum negara tentang pembuangan sampah sudah diatur dengan baik. Di berbagai daerah di Indonesia, sudah ada peraturan agar semua masyarakat berpartisipasi aktif dalam melaporkan pelanggaran pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya. Di Jakarta, misalnya, ada Perda no. 3 tahun 2013 yang jelas-jelas memuat aturan tentang pembuangan sampah.
Namun, letak kesalahan sepertinya bukan pada undang-undang atau hukuman denda. Letak kesalahannya adalah mental kita sendiri yang tidak merasa bertanggung jawab terhadap sekitar. Kita menjaga rumah kita dengan bersih, namun ketika di jalan kita membuang sampah sembarangan karena menganggap itu bukan bagian dari rumah kita. Sebelum memprotes peraturan pemerintah, mari instropeksi diri dulu bersama-sama.
2. Tidak Pakai Helm
Ini adalah kasus klasik yang sepertinya terjadi di seluruh bagian di Indonesia. Kita selalu punya 1001 alasan untuk tidak memakai helm. “Kan cuma mau ke warung. Dekat, kok.”, “Aduh, ribet pakai helm. Lagipula cuma sebentar, kok.” dan sebagainya, begitu seterusnya. Padahal tidak butuh waktu lama untuk memakai helm, yang pada dasarnya berfungsi untuk melindungi nyawa kita.
Peraturannya sudah tertera jelas di UU no 2 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kita wajib berkendaraan bermotor dengan menggunakan helm yang telah terstandarisasi. Pelanggaran aturan ini bisa dikenakan hukuman penjara selama sebulan atau denda sebanyak dua ratus lima puluh ribu rupiah. Namun, jika “tertangkap basah” tidak memakai helm oleh polisi, kita biasanya akan menempuh jalan “damai”. Baik aparat dan warga sama-sama tidak taat hukum. Lucu rasanya jika kita bertanya kenapa negara ini tidak maju.
3. Membuat Polisi Tidur Sembarangan
Polisi tidur sering kali dibuat secara serampangan di jalan-jalan kecil atau kawasan kompleks perumahan. Dengan alasan agar kendaraan memelankan lajunya ketika masuk ke kawasan tertentu, kita senang sekali membuat polisi tidur seolah tindakan itu tidak melanggar hukum. Padahal, sudah jelas ada undang-undang yang berlaku yang mengatur tentang pembangunan polisi tidur.
Dalam Undang-Undang no. 22 tahun 2009 pasal 22 ayat (1) dan pasal 27 ayat (2), polisi tidur harus memenuhi kriteria tertentu. Salah satunya harus memiliki sudut kemiringan maksimal 15 derajat dan tingginya maksimal 120 mm. Namun sering sekali polisi tidur yang dibangun di jalan-jalan dibuat sembarangan dengan material yang membuat mobil atau motor para pengguna jalan menjadi lecet.
4. Berkendaraan Tanpa SIM
Kita sering kali mengeluhkan masalah macet dan polusi di kota kita, namun di sisi lain sangat bersemangat untuk menyicil dan membeli kendaraan baru. Banyak sekali dari kita yang rela hidup pas-pasan dan menabung demi bisa memiliki kendaraan. Padahal belum tentu kita berkompenten dan mampu dalam mengendarai kendaraan tersebut. Berapa persen dari kita semua yang masih menggunakan SIM “tembak”?
Kita tidak sadar bahwa berkendara itu sama saja seperti memegang senjata. Kita bisa melenyapkan nyawa orang jika teledor dengan kendaraan kita. Sudah terlalu banyak contoh kecelakaan maut yang memilukan akibat pengendara yang tidak bertanggung jawab. Padahal sistem registrasi SIM sekarang sudah bisa dilakukan secara online dan biaya membuat SIM secara resmi relatif murah. Namun, kita sepertinya lebih suka main “kucing-kucingan”.
5. Memberi “Sedekah” Sembarangan
Ini memang sedikit kontroversial. Banyak orang yang menentang kebijakan pemerintah soal memberikan uang/santunan kepada peminta-minta atau pengamen di jalanan. Kita beranggapan, “pemerintah kok lucu, ya? Kita kan mau beramal, mau berbuat baik. Kenapa dilarang?”. Oleh karena itu, peraturan ini sering kita langgar dan kita masih memberi santunan kepada mereka yang meminta-minta di jalan.
Anda tentu cukup pintar untuk mengetahui bahwa orang-orang yang meminta-minta di jalan (meski penampilannya lusuh dan kumal) memiliki pemasukan yang besar. Hal ini membuat mereka malas bekerja karena meminta-minta saja bisa menghasilkan ratusan ribu per hari. Kita sudah sering mendengar para pengemis yang menyimpan uang jutaan di kantong lusuhnya. Bersedekah dan menyantuni orang tidak mampu adalah perbuatan mulia. Namun, sebelum repot-repot memberi sedekah di jalanan, sebaiknya kita lihat ke sekeliling kita. Masih banyak panti asuhan dekat rumah, masjid, gereja, yayasan atau bahkan tetangga yang lebih membutuhkan sedekah kita. Jika semua orang “memelihara” lingkungannya dengan bersedekah, tentu tidak akan ada yang turun ke jalan untuk meminta-minta.
Demikianlah beberapa peraturan sepele yang sering kali kita abaikan. Memang, peraturan akan sedikit merepotkan kita. Namun menaati peraturan pada akhirnya adalah untuk kebaikan kita sendiri.
Jangan selalu menyalahkan pemerintah dan mengkritik keadaan negara ini. Jangan-jangan, kita adalah salah satu penyebab dari masalah yang kita keluhkan. Mari sama-sama renungi dan stop melanggar peraturan mulai dari diri kita sendiri. (HLH)