Mbah Maridjan Dan Kapten Kapal Titanic

news.fajar.co.id


Kalau saja seorang teman tidak meminta saya untuk menulis tentang sosok dan kematian mbah Maridjan, mungkin saya enggan menulisnya. Bagi saya menulis tentang Mbah Maridjan akan menambah sesaknya tulisan yang bernada negatif. Saya menyadari dan memakluminya karena masih ada orang-orang yang berpikiran sempit dan tidak pernah mau tahu bahkan apatis terhadap apa yang dilakukan oleh beliau baik sosok, ritual, budaya dan kearifan lokal.

Semuanya mengatakan "katanya" tanpa pernah mau terjun langsung dan mempelajari apa saja yang dilakukan oleh beliau. Semuanya selalu mengandalkan rasionalitas modern yang terkukung oleh materialisme dan hedonisme. Padahal dari apa yang dilakukan oleh beliau banyak sekali kita mendapatkan wawasan berpikir tentang budaya dan jati diri. Tapi sudahlah tidak perlu diperdebatkan.

Dari apa yang saya lihat melalui berita televisi mengenai kematian beliau maka saya hanya bisa mengatakan itulah bentuk pengabdian seorang manusia terhadap pekerjaannya, lingkungan, budaya dan leluhur. Banyak orang yang mudah mencibir dengan segala apa yang dilakukan oleh beliau tapi tidak mau mengenal lebih dekat mengapa hal itu ada. Sebelum adanya agama maka budayalah yang menjadi aturan main yang harus ditaati oleh setiap individu pada jamannya. Untuk itu kita tidak boleh sembarangan menyalahkan peninggalan masa lalu dengan mengatas namakan agama. Kita ada karena nenek moyang. Kalau kita melecehkan peninggalan/budaya nenek moyang berarti melecehkan nenek moyang sendiri yang menciptakan dari hasil cipta, rasa dan karsa.

Posisi meninggal Mbah Maridjan dalam sujud seharusnya mengasah akal pikir mengenai hakekat sebuah kejadian. Sujud bisa diartikan tunduk dan taat terhadap sesuatu yang dihormati dan dijunjung tinggi kemuliannya. Sebagai juru kunci yang diangkat oleh sebuah kerajaan yang mempunyai sejarah panjang tentang menghargai kelestarian budaya nenek moyang maka apa yang dilakukan oleh Mbah Maridjan memberikan arti bahwa itulah bentuk loyalitas dan totalitas bersikap dan bertindak terhadap segala yang dihormati. Banyak macam hal yang bisa diartikan dengan posisi bersujudnya Mbah Marijan. Selain berkaitan dengan tugasnya sebagai juru kunci, hal ini bisa diartikan beliau bersujud kepada Sang Pencipta (Rubudiyah), Tempat Penciptaan atau Bumi (Mulkiyah) dan Manusia beserta lingkungannya (Uluhiyah).

Itulah mbah Maridjan yang tetap konsisten, komitment dan konsekuen dengan keberadaan dirinya di wilayah Gunung Merapi. Bukan hanya sekedar "Roso" tanpa makna seperti iklan beliau. Memang banyak yang menyayangkan Mbah Maridjan terkena virus modernitas yang sebetulnya hanya ingin memanfaatkan namanya demi sebuah materi yang bernama uang. Saya merasa yakin Mbah Maridjan mengetahui dirinya telah dimanfaatkan. Mungkin beliau berharap dengan makin mengenal sosoknya maka orang-orang yang cenderung skeptis terhadap hal-hal berbau mistis tertarik dan mau mempelajari apa itu yang namanya sebuah kearifan lokal tanpa harus sebentar-bentar mencap musyrik.

Bagaimana hubungannya dengan Kapten Kapal Titanic ? Saya yakin semua orang pernah menonton film "Titanic". Dari banyak kejadian pada saat kapal menabrak es dan dalam hitungan waktu kapal akan tenggelam. Terlihat sosok kapten kapal mementingkan keselamatan penumpang dan awaknya terlebih dahulu. Kapten kapal mengatakan kepada anak buahnya biarkan dirinya tenggelam bersama kapal yang dianggapnya sebagai bagian dari tubuhnya. Itulah yang dinamakan tanggung jawab seorang pemimpin. Pemimpin yang tampil paling depan pada saat kondisi genting dan berdiri paling akhir setelah semua yang dipimpinnya selamat.

Ada satu kemiripan atas apa yang dilakukan oleh Mbah Maridjan dan Kapten Kapal Titanic ? Pengabdian, loyalitas, totalitas, rasionalitas, moralitas dan tuntas dalam bersikap dan bertindak. Bagaimana dengan pemimpin negeri kita saat ini ? Silakan menjawabnya sendiri dengan tetap sadar apa kita masih pantas untuk menjawabnya.

1 comment:

PILIH PLATFORM KOMENTAR DENGAN MENG-KLIK

Powered by Blogger.