Ketika Putri Anda Ternyata Lesbi

Orientasi seksual lebih banyak disebabkan faktor lingkungan dan traumatik. Faktor genetik hanya berkontribusi 3-5 persen, kata psikolog klinis Lita Gading, mengutip penelitian Asosiasi Psikiater Amerika.

Pilihan orientasi seksual, dengan menjadi lesbi atau gay, bahkan bisa terbentuk sejak remaja. Khususnya kepada anak yang tak mendapatkan pola asuh tepat di rumah. Remaja yang tak mendapati figur atau lingkungan yang nyaman di rumah, kemudian akan mencarinya di luar. Lingkungan terdekatnya lah yang akan membentuk karakter dan kepribadiannya.

Kebanyakan orangtua akan berupaya agar anaknya mengubah orientasi seksual menjadi hetero seperti yang dipilih lingkungan di rumah. Seperti Mb, orangtua Tn (15), siswi SMP di Depok yang menjalin asmara dengan guru taekwondo perempuannya, Sj (26). Khawatir dengan anaknya, Mb berupaya memberikan terapi orientasi seksual kepada Tn di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA) melalui Komnas Perlindungan Anak.

Cara yang dipilih orangtua remaja lesbi ini tak salah. Karena memang terapi menjadi cara terakhir yang bisa dilakukan orangtua untuk mengatasi anak yang lesbi. Namun, terapi hanya sedikit membantu. Langkah preventif dengan pola asuh yang tepat lebih efektif.

"Terapi di sini adalah terapi pengalihan pola pikir oleh psikolog. Karena yang membentuk pilihan orientasi seksual ini adalah pola pikir diri sendiri. Namun, terapi tanpa penyadaran dari dalam diri tidak berhasil," papar Lita.

Individu itu sendiri harus mempunyai kesadaran untuk mengubah pola pikir. Di sinilah pendidikan agama berperan penting. Orientasi seksual dipengaruhi oleh pembentukan diri, karakter, dan agama. Sebab,kesalahan pembentukan ini sejak awal itulah yang membuat anak tak memiliki informasi yang cukup dan tepat untuk menentukan orientasi seksualnya.

"Anak remaja masih labil. Ia akan bingung jika tak dibimbing terus-menerus oleh orangtuanya saat mulai menyukai lawan jenis," tambahnya.

Lantas apa yang perlu dilakukan orangtua jika sudah mendapati anaknya homoseksual? Lita menyarankan:

1. Menerima kenyataan. Orangtua harus mau dan bisa menerima kenyataan bahwa anaknya memiliki orientasi seksual yang berbeda darinya. Homoseksual, misalnya, dengan memilih menjadi lesbi atau gay.

2. Menyadari kesalahan. Orangtua juga perlu menyadari dan menerima bahwa orientasi seksual anak ini adalah sebab dari kesalahan pola asuhnya. Sadari bahwa orangtua tidak memberikan perhatian penuh dan tepat untuk remaja. Atau, orangtua tidak jeli dalam memilih dan menempatkan anak dalam lingkungan sosialnya.

3. Menerima anak apa adanya. Remaja sudah bisa memilih orientasi seksualnya. Jika kenyataannya anak menjadi lesbi atau gay, yang dipengaruhi lingkungan, kekeliruan pola asuh di rumah atau traumatik masa kecil, terimalah anak apa adanya.

4. Mencari solusi tepat. Pikirkan dan analisis dengan mengomunikasikan kepada anak bagaimana mengatasi situasi ini. Carilah dan pilih cara yang paling tepat. Memisahkan anak dari pasangan lesbinya juga menjadi salah satu cara. Namun, lakukan perlahan, bukan dengan tindakan ekstrem.

"Pemisahan dengan pasangan lesbi perlu dilakukan, tetapi pelan-pelan. Jika tidak, justru akan menimbulkan trauma baru. Anak bisa saja berontak melakukan tindakan yang di luar dugaan dan bertindak nekat dengan pasangannya," jelas Lita.

5. Lakukan terapi. Tindakan lebih lanjut bisa dengan menemui psikolog untuk melakukan terapi kepada anak. Namun, tingkat keberhasilannya kecil, apalagi jika tidak muncul kesadaran dari dalam diri anak. Terapi ini tidak akan efektif jika dipaksakan, terutama jika anak sudah memilih orientasi seksualnya.

Pola asuh yang tepat untuk remaja bisa menghindarkan Anda dari situasi pelik semacam ini.

No comments

PILIH PLATFORM KOMENTAR DENGAN MENG-KLIK

Powered by Blogger.